Selasa, 09 Oktober 2012

E-Waste Di Indonesia



E-WASTE ( SAMPAH ELEKTRONIK )

A.    Pengertian Sampah Elektronik ( e-waste ).
Sampah Elektronik ( e-waste ) adalah Limbah yang berasal dari Peralatan elektronik yang telah rusak, bekas dan tidak dipakai lagi oleh pemliknya. Sampah elektronik merupakan jenis limbah yang pertumbuhannya paling tinggi tiap tahunnya. Dalam setiap sampah elektronik terkandung material dan logam berharga disamping juga mengandung bahaya dan beracun yag dapat menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan jika sampah elektronik tidak dikelola dengan baik.
B.     Peraturan yang terkait dengan E-Waste.
Solusi pembuangan sampah elektronik di Indonesia memang belum jelas. Walaupun hukum yang mengatur pengelolaan sampah  sudah lama terbit, yaitu Undang-undang no. 18 tahun 2008 yang dengan jelas menyebutkan :
Pasal 15 :
Produsen wajib mengelola kemasan atau barang yang diproduksinya  yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.
Dan pasal 23 :
(1)   Pengelolaan sampah spesifik adalah tanggung jawab  Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan sampah spesifik sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Yang dimaksud sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan  atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus (Pasal 1.2) Masalahnya Kementerian Lingkungan Hidup belum membuat  peraturan pemerintah yang akan memandu kerja pihak pengelola sampah elektronik. Padahal minimal tahun 2009 peraturan pemerintah tersebut sudah terbit. Jadi bagaimana kita bisa berharap pada instansi dibawahnya yaitu BPLHD dan BPLH kota ?
Gusti Muhammad Hatta berkelit bahwa walaupun PP belum dibuat, tetapi BPLHD dan BPLH Kota dapat membuat Perda (Peraturan Daerah) karena  berbekal “semangat otonomi daerah.”
Tapi kembali kita harus kecewa, karena BPLHD dan BPLH Kota enggan membuat Perda yang ditakutkan akan bertabrakan isinya dengan PP (Peraturan Pemerintah).  Padahal sebagaimana kita ketahui pembuatan Perda memerlukan biaya milyaran rupiah. 

C.    Substansi yang dibahas
6 Substansi berbahaya yang ada dalam kandungan limbah elektronik adalah :

1.      Cadmium (Cd) –bahasa Indonesia “KADMIUM”
·  Kegunaan : bahan stabilisator untuk plastic dan karet, alat pelindung korosi untuk permukaan besi/metal.
·  Penggunaan umum : Baterai NiCd, bahan pelapis atau plating, elektroda.
·  Pengaruh terhadap kesehatan : gangguan pada pencernaan, gangguan pada paru-paru, muntah-muntah, diare, kerusakan ginjal, tekanan darah tinggi dan penyakit hati.
·  Maksimum konsentrasi : > 75ppm
2. Lead (Pb) – bahasa Indonesia “TIMBAL”
·  Kegunaan : mempermudah proses pencetakkan, mempermudah fabrikasi, tahan asam dan reaksi elektrokimian.
·  Penggunaan umum : Pengeras karet, pigmen cat, pelumas, material solder, pelapis campuran dan pembuatan pipa yang tahan korosi.
·  Pengaruh terhadap kesehatan : Kerusakan sistem saraf, kelemahan di jari-jari, pergelangan tangan atau kaki, tekanan darah tinggi, kerusakkan otak dan ginjal, anemia, keguguran dan impotensi.
·  Masimum konsentrasi  > 1000ppm
3. Mercury (Hg) – bahasa Indonesia “Air Raksa”
·  Kegunaan : Tahan lama dan menghasilkan lumen per watt yang lebih banyak, tahanan yang baik dan konduktifitas termal yang efisien.
·  Penggunaan umum : lampu fluorescent, pigmen anti karat, perlakuan anti bakteri.
·  Pengaruh terhadap kesehatan : air liur yang berlebihan, kehilangan berat badan, diare, otot kaku dan kerusakkan ginjal.
·  Maksimum konsentrasi > 1000ppm
 4. Hexavalent Chromium (Cr 6+)
·  Kegunaan : Tahan terhadap panas dan karat, sangat berguna untuk pigmen, proses akhir besi/metal, pengawet kayu.
·  Penggunaan umum : Cat, tinta, anti karat, pengering cat.
·  Pengaruh terhadap kesehatan : hidung basah, bersin, gatal, kerusakkan hati dan ginjal.
·  Maksimum konsentrasi > 1000ppm
5. Polybrominated biphenyl (PBB)
·  Kegunaan : Penghambat api dan menambah daya tahan plastic.
·  Penggunaan umum : Casing (rumah) untuk peralatan atau produk elektrik dan elektronik
·  Pengaruh terhadap kesehatan : kelainan kulit, rambut rontoh, kerusakan sistem saraf, kerusakkan ginjal dan hati serta sistem kekebalan tubuh.
·  Maksimum konsentrasi : 1000ppm
6. Polybrominated diphenyl ether (PBDE)
—-sama dengan Polybrominated biphenyl (PBB) —-

Dalam Implementasinya, perusahaan produksi perakitan elektronik harus memiliki komitmen yang kuat dan mengontrol dalam semua proses produksi, diantaranya :
1. Pembelian barang / bahan produksi (Purchasing)
2. Penerimaan barang / bahan produksi (Incoming)
3.Penyimpanan barang / bahan produksi (storage)
4. Persiapan barang / bahan produksi (preparation)
5. Proses produksi (Production process)
6. Pengawasan and Inspeksi (control and Inspection)
7. Penyimpanan Finished Goods (Finished Goods storage)
8. Pengiriman (Shipping)

D.    Pelaksanaan di indonesia
Selama 10 tahun terakhir jumlah barang elektronik, seperti televisi, lemari pendingin, dan komputer di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup drastis.
Peningkatan ini, menurut Agus Pramono, staf khusus Menteri Lingkungan Hidup bidang Permasalahan Lingkungan Global dan Kemitraan KLH, mengakibatkan limbah elektronik yang juga terus meningkat.
Beberapa komponen peralatan listrik dan elektronik bekas maupun limbahnya (e-waste) membutuhkan pengelolaan yang memenuhi syarat, karena mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3).
Circiut board, misalnya, mengandung logam berat seperti antimon, chromium, zinc, timbal, perak, dan tembaga. Sedangkan CRT (Chatoda Ray Tube) mengandung oksida timbal.
Jika peralatan elektronik yang bekas atau telah menjadi limbah akan didaur-ulang, maka diperlukan tata cara daur-ulang yang ramah lingkungan.
Bila akan dibuang ke lingkungan, harus dilakukan sesuai ketentuan berlaku agar pencemaran lingkungan serta gangguan kesehatan dapat terhindari.
Limbah elektronik hingga saat ini, menurut KLH, belum diatur secara spesifik dan rinci.
Yang diharapkan oleh pihak KLH bukanlah pencapaian "zero e-waste", namun agar limbah elektronik terkelola lebih baik.
Sementara itu Departemen Perdagangan lewat Kep.Menperindag No.229/MPP/Kep/7/97 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor menyebut secara tegas bahwa barang-barang yang boleh diimpor hanya barang baru.
Departemen Perdagangan melarang impor barang-barang elektronik bekas, antara lain televisi, kulkas, komputer, setrikaan, dan mesin cuci.
Akhir-akhir ini perdagangan dan impor ilegal peralatan elektronik bekas dan limbah elektronik memperburuk situasi.
Pembuangan limbah elektronik dari negara maju ke negara berkembang, termasuk Indonesia, dengan alasan bantuan kemanusiaan untuk korban bencana alam atau pendidikan padahal usia pakai dari barang elektronik (seperti komputer) bekas sangat pendek bahkan nol sama sekali.
Di beberapa kawasan di Indonesia, barang elektronik bekas dan limbah elektronik diterima sebagai barang impor ilegal dan "legal" - menggunakan dokumen perizinan yang tidak sesuai.
Batam adalah salah satu lokasi tujuan limbah elektronik dan barang bekas.
Menurut Mawardi Badar, Kepala Bapedal Batam, barang elektronik bekas yang dipasarkan di Kota Batam sebagian besar berasal dari impor, terutama dari Singapura.
Jenis limbah elektronik, lanjut dia, antara lain berupa PCB reject, kumparan, kabel, srab plastik, solder, tabung kaca, sarang televisi, monitor.
Pasar-pasar elektronik bekas terkumpul di titik-titik seperti Batam Center, Pasar Aviari, Pasar Sengkuang, Jalan Batu Aji, dan mall-mall.
"Barang elektronik bekas sangat diminati di Batam karena pangsa pasar yang sangat besar dengan orientasi harga yang murah walaupun umur pemakaian yang lebih pendek, komponen yang perbaikannya lebih mahal daripada membeli yang baru atau yang bekas lagi," kata Mawardi.
Sementara untuk kawasan Indonesia Timur, sejak tahun 1980-an, penyebaran barang limbah elektronik asal Singapura dan Malaysia terpusat di Pare-Pare (Sulawesi Selatan) dan Kepulauan Wakatobi (Sulawesi Tenggara).
Berdasarkan jenis barang bekas, komposisi barang elektronik adalah sekitar 10% dari total barang asal SIngapura - sumber utama barang elektronik bekas, sementara dari Malaysia 5%.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar